Sabtu, 10 Mei 2008

gadis desa



Cerita ini adalah dramatisasi dari kisah nyata, dan merupakan satu
dari beberapa cerita lepas dengan tokoh utama yang sama. Antara satu
dan lainnya tidak harus dibaca berurutan.



Sebut saja namaku Paul. Aku bekerja di sebuah instansi pemerintahan
di kota S, selain juga memiliki sebuah usaha wiraswasta. Cerita
berikut ini bukan pengalamanku sendiri, melainkan pengalaman seorang
rekanku, sebut saja dia Ta. Kami memang punya "hobi" yang sama,
namun Ta punya trik tersendiri untuk menyalurkan hobinya. Kini
selain terdaftar di kota asalnya, ia juga resmi penduduk sebuah desa
yang agak terpencil. Berikut adalah caranya mendapatkan kembang desa,
meski sudah beristri tiga orang.




Wulan terbangun dengan kepala yang pusing. Namun entah mengapa kedua
tangannya tidak dapat digerakkan. Seluruh tubuhnya terasa hangat.
Sambil mengerjapkan matanya, gadis itu memandang sekelilingnya.
Ternyata ia berada dalam sebuah kamar yang belum pernah dilihatnya,
terbaring di atas ranjang empuk dan besar yang berwarna merah jambu.
Dari jendela yang tertutup terbayang hari sudah gelap. Dalam kamar
itu sendiri hanya ada sebuah lampu kecil yang menyala remang-remang.
Wulan hanya ingat Sabtu sore tadi setelah bertanding bola volley
melawan sekolah dari kecamatan tetangga, ia harus berlari-lari dalam
gerimis hujan menuju rumah neneknya untuk menginap malam ini, karena
rumahnya terlalu jauh dari lapangan volley.



Seperti umumnya gadis desa lainnya, meskipun tidak terlalu tinggi,
namun Wulan memiliki tubuh yang montok dan padat. Buah dadanya yang
membusung kencang seolah tidak muat dalam bra bekas kakaknya yang
kekecilan. Ditunjang dengan kulitnya yang kuning langsat mulus dan
rambut sebahu, wajahnya yang manis sering membuat pemuda desa
terpaku dan menelan ludah saat gadis itu lewat dengan goyangan
pinggulnya. Pantatnya yang montok selalu menonjol di balik rok
seragam sekolahnya, yang biarpun di bawah lutut, ketatnya
memperlihatkan garis celana dalam gadis itu.



Bukan hanya para pemuda, beberapa orang yang telah beristri pun
berangan-angan menjadikan gadis kelas 1 SMU itu istri mudanya.
Menurut katuranggan, gadis macam Wulan rasanya peret dan legit,
pasti akan memberikan kenikmatan sepanjang malam, membuat suaminya
betah di rumah. Tidak heran, tiap kali ada pertandingan volley,
selalu banyak penontonnya, meski kebanyakan hanya menonton paha
Wulan yang bercelana pendek dan guncangan buah dadanya saat gadis
itu memukul bola.




"Ah, sudah bangun Nduk..?" sebuah suara dan lampu yang menyala
terang mengagetkan gadis itu.

Tampak seorang pria kekar memasuki ruangan. Wulan mengenalinya
sebagai Ta, seorang terpandang di desanya. Meski bukan penduduk desa
itu, namun suka kawin-cerai dengan gadis-gadis di sini. Dalam
sebulan paling ia hanya di rumah satu-dua hari saja, selebihnya
"kerja di kota". Sekarang ini istrinya di sini sudah ada tiga orang,
semuanya masih belasan tahun dan cantik-cantik, namun masih suka
menggoda Wulan tiap kali bertemu. Bahkan baru saja ia pernah
berusaha melamar gadis itu namun tidak berhasil.



Wulan berusaha bangun, namun tangan dan kakinya tetap lemas tidak
dapat bergerak.

"Tenang saja Nduk, nggak usah banyak gerak. Malam ini kamu di sini
dulu." kata Ta.


Tidak sengaja Wulan melihat ke dinding kamar, dan dari cermin besar
yang terpasang di sana, ia menyadari kedua tangannya terikat menjadi
satu di atas kepalanya, demikian juga kedua kakinya yang terentang
ke sudut-sudut ranjang, seperti huruf Y terbalik. Seluruh tubuhnya
tertutup selimut, namun ujung selimut yang tersingkap memperlihatkan
sebagian paha gadis itu. Di sudut ranjang tampak terserak baju
seragam dan rok yang tadi dipakainya.



"Pak Ta, Wulan dimana? Kenapa Wulan begini?" tanya gadis itu dengan
panik.

Ia mulai teringat saat berlari ke rumah neneknya tadi seseorang
menariknya dari belakang dan menempelkan sesuatu yang berbau
menyengat ke wajahnya, kemudian semuanya menjadi gelap, hingga
akhirnya ia kemudian tersadar di situ.

"Tenang Wulan, kamu baik-baik saja. Malam ini kita akan kawin.
Minggu lalu saya sudah melamarmu pada bapakmu. Sekarang kita akan
nikmati malam pertama kita." kata Ta sambil menyeringai.


"Enggak! Enggak! Kemarin Bapak bilang ditolak! Wulan nggak mau!"
gadis itu berusaha meronta, namun ikatan tangan dan kakinya terlalu
kuat baginya.



Sambil tertawa terkekeh, Ta perlahan menarik selimut yang menutupi
tubuh gadis itu, membuat Wulan terpekik karena penutup tubuhnya
perlahan terbuka, sedangkan ternyata di balik selimut itu ia sudah
telanjang bulat.

"Jangan! Jangan! Aduh jangan! Pak Ta, jangan Pak! Tolong..!"

Dengan sigap Ta mengambil pakaian dalam Wulan yang terserak di atas
ranjang, lalu menyumpal mulut gadis itu dengan celana dalamnya
sendiri, dan mengikatnya ke belakang dengan bra gadis itu.

"Pak? Kamu panggil aku Pak? Aku ini suamimu, tahu! Panggil aku
Kangmas!" seru Ta sambil menampar pipi Wulan sampai gadis itu
memekik kesakitan.




Ta semakin beringas melihat tubuh Wulan yang montok telanjang bulat.
Kedua paha gadis manis itu terentang lebar mempertontonkan bibir
kemaluannya yang jarang-jarang rambutnya.

"Diam Sayang! Ini malam kita bedah kelambu! Kalau bapakmu yang tolol
itu tidak mau anaknya dilamar baik-baik, kita lihat saja besok!
Karena besok anak perawannya sudah tidak perawan lagi!"

Tanpa basa basi Ta segera membuka pakaiannya sendiri, lalu melompat
ke atas ranjang. Wulan dengan sia-sia meronta dan menjerit saat Ta
menindih tubuhnya yang telanjang bulat tanpa sehelai benang pun.
Gadis itu bahkan tidak bisa untuk sekedar merapatkan pahanya yang
terkangkang lebar.



Pekikan Wulan tertahan sumpalan celana dalam saat Ta meremas buah
dada gadis itu dengan kerasnya. Rontaan dan pekikan gadis cantik itu
sama sekali tidak digubris. Ta kemudian menempatkan kejantanannya
tepat di depan bibir kemaluan Wulan.

"Diam Sayang! Jangan takut, enak sekali kok! Nanti pasti kamu
ketagihan. Sekarang biar Kangmas ambil perawanmu..." sambil berkata
begitu Ta menghujamkan kejantanannya memasuki hangatnya keperawanan
Wulan.


Selaput dara gadis itu terasa sedikit menghalangi, namun bukan
tandingan bagi keperkasaan kejantanan Ta yang terus menerobos masuk.



"Haanggkk..! Aahhkk..!" Napas gadis itu terputus-putus dan matanya
yang bulat indah terbeliak lebar saat Wulan merasakan perih
tiba-tiba menyengat selangkangannya.

Tubuh montok gadis itu tergeliat-geliat merangsang dengan napas
tersengal-sengal sambil terpekik tertahan-tahan ketika Ta dengan
perkasa menggenjotkan kejantanannya menikmati hangatnya kemaluan
perawan Wulan yang terasa begitu peret.

"Aahh... enak sekali tempikmu... aahh... Wulaaanh... enak kan
Nduk..? Terus ya Nduk..?" Ta mendesah merasakan nikmatnya mengambil
kegadisan si kembang desa.




Wulan sambil merintih tidak jelas menggelengkan kepala dan meronta
berusaha menolak, namun semua usahanya sia-sia, dan gadis itu
kembali terpekik dan tersentak karena Ta kini dengan kuat meremasi
kedua payudaranya yang kencang menantang. Memang benar kata orang,
gadis seperti Wulan memang sangat memuaskan, wajahnya yang cantik,
buah dadanya yang tegak menantang bergerak naik turun seirama
napasnya yang tersengal-sengal, tubuhnya yang montok telanjang
bersimbah keringat, kedua pahanya yang mulus bagai pualam tersentak
terkangkang-kangkang, bibir kemaluannya tampak megap-megap dijejali
kejantanan Ta yang begitu besar. Sementara dinding kemaluannya
terasa seperti mencucup-cucup tiap kali gadis itu terpekik tertahan.



Wulan dengan airmata berlinang merintih memohon ampun, namun tusukan
demi tusukan terus menghajar selangkangannya yang semakin perih.
Payudaranya yang biasanya tersenggol pun terasa sakit kini
diremas-remas tanpa ampun. Belum lagi rasa malu diikat dan
ditelanjangi di depan orang yang tidak dikenalnya, lalu diperkosa
tanpa dapat berkutik. Rasanya bagai bertahun-tahun Wulan disetubuhi
tanpa mampu melawan sedikitpun.



"Hhh..! Wulanh..! Wulaann..! Sekarang Mas bikin kamu hamil,
sayangghh..! Aah... ambil Nduk! Nih! Nih! Niih..!"

Tanpa dapat ditahan lagi Ta menyemburkan spermanya dalam hangatnya
kemaluan Wulan sambil sekuat tenaga meremas kedua payudara gadis
itu, membuat Wulan tergeliat-geliat dan terpekik-pekik tertahan
sumpalan celana dalam di mulutnya. Kepala gadis itu terasa berputar
menyadari ia akan hamil. Perlahan pandangan gadis itu menjadi gelap.




Wulan kembali tersadar oleh dengusan napas di depan wajahnya.
Sebelum sadar sepenuhnya, sengatan perih di selangkangannya membuat
gadis itu terpekik dan meronta. Namun tangan dan kakinya tidak mau
bergerak, dan pekikan-pekikannya tidak dapat keluar. Dengan gemas Ta
kembali menggenjotkan kejantanannya menikmati keperawanan Wulan. Ta
tidak tahan lagi untuk tidak kembali menggagahi gadis itu,
memandanginya tergolek telanjang bugil tanpa daya di atas ranjang.
Pahanya yang putih mulus terkangkang seolah mengundang, bibir
kemaluannya yang berambut jarang terlihat berbercak merah, tanda
Wulan memang betul-betul masih perawan, tadinya.



Kedua payudara gadis itu berdiri tegak menjulang, dengan puting susu
yang kemerahan menggemaskan. Sementara wajahnya yang manis dan bau
tubuhnya yang harum alami sungguh membuat Ta lupa diri. Dengan istri
muda seperti Wulan, ia tidak akan mau tidur sekejap pun, tidak
perduli gadis itu suka atau tidak.

"Aah..! Ahk! Angkung (ampun)..! Aguh (aduh).. hakik (sakit)..
angkung (ampun)..!" Wulan merintih-rintih tidak jelas dengan mulut
tersumpal celana dalam di sela-sela jeritan tertahan.




Tanpa mampu merapatkan pahanya yang terkangkang, gadis itu merasakan
kemaluannya semakin perih tiap kali Ta menggerakkan kejantanannya.
Tiap detik, tiap genjotan terasa begitu menyakitkan, Wulan berharap
kembali pingsan saja agar perkosaan ini segera berlalu. Namun gadis
itu tanpa daya merasakan bagian bawah tubuhnya terus ditusuk-tusuk
benda yang begitu besar.



Ta semakin giat menggenjotkan kejantanannya dalam hangatnya kemaluan
Wulan yang peret dan mencucup-cucup menggiurkan. Istri barunya ini
memang pintar memuaskan suami di atas ranjang. Apalagi kalau nanti
diajak tidur beramai-ramai bersama satu atau dua istrinya yang lain.
Membayangkan meniduri dua atau tiga gadis sekaligus membuat Ta
semakin bersemangat menyodok kemaluan Wulan, semakin cepat, semakin
dalam.



Ta merasakan kejantanannya menyentuh dasar kemaluan gadis itu bila
disodokkan dalam-dalam. Wulan sendiri hanya merintih tampak pasrah
mempersembahkan kesuciannya pada Ta. Airmata gadis itu tampak
berlinang membasahi pipinya yang kemerahan. Tubuh montok gadis itu
tergelinjang-gelinjang kesakitan tiap kali kejantanan Ta menyodok
masuk dalam kemaluannya yang begitu sempit. Dengan menggeram seperti
macan menerkam mangsa, Ta dengan nikmat menyemburkan sperma dalam
kehangatan tubuh Wulan yang terpekik tertahan-tahan.



Semalam suntuk Ta dengan gagahnya memperkosa Wulan, setidaknya lima
kali gadis itu disetubuhi tanpa daya. Entah berapa kali Wulan
pingsan ketika Ta mencapai puncak, hanya untuk tersadar ketika
tubuhnya kembali dinikmati dengan buasnya. Selangkangan gadis itu
terasa perih dan panas, seperti ditusuk-tusuk besi yang merah
membara. Payudaranya serasa lecet diremas habis-habisan, terkena
semilir angin pun perih. Punggung gadis itu perih tergores kuku Ta.




Namun siksaan tanpa belas kasihan itu tidak kunjung usai, bagai
tidak mengenal lelah kejantanan Ta terus bertubi-tubi menusuk
dalam-dalam, kedua tangannya seperti capit kepiting terus
mencengkeram buah dada Wulan. Sementara gadis itu dengan tangan dan
kaki terikat erat tidak mampu berkutik, apalagi menghindar atau
mencegah. Bahkan menjerit pun Wulan tidak mampu, tenaganya sudah
habis dan sumpalan celana dalamnya sendiri membuat pekikannya hanya
seperti erangan. Bagai berabad-abad Wulan dibuat bulan-bulanan tanpa
daya.



Dari sela-sela jendela yang tertutup, sinar matahari pagi menerobos
masuk. Dengan lemas Ta berbaring di sisi Wulan yang terisak-isak.
Sungguh luar biasa istri barunya ini, semalam suntuk gadis ini mampu
melayani suaminya. Dari jam tujuh malam sampai jam enam pagi, dalam
sebelas jam gadis itu mampu lima-enam kali memuaskan suaminya,
meskipun harus sedikit dipaksa. Kalau saja kemarin tidak minum obat
kuat, mungkin saja pagi ini Ta tidak dapat bangun. Sambil tersenyum
lebar, Ta bangkit dan mengenakan pakaian.



Perlahan Ta membuka sumpalan mulut Wulan. Gadis itu sendiri masih
telanjang bulat dengan tangan dan kaki terikat terentang lebar.

"Nduk, kalau jadi istriku, kamu minta apa saja pasti aku beri. Mau
kalung? Gelang? Rumah? Sepeda motor? Jangan takut, sebagai istri
orang kaya, semua keinginanmu akan terkabul."


"Nggak mau... lepasin Wulan... Wulan mau pulang..!" isak gadis itu
menghiba.

"Rumah kita sekarang di sini Nduk, kamu sudah jadi istriku." bujuk
Ta.

"Enggak... enggak mau. Wulan mau pulang!" gadis itu berusaha meronta
tanpa hasil.

"Jangan buat suamimu ini marah, Nduk! Kamu sudah jadi istriku, aku
bebas berbuat apa saja dengan kamu! Jangan keras kepala!" seru Ta
jengkel.


Wulan sambil terisak terus menggelengkan kepala. Berulangkali
bujukan dan ancaman Ta tidak dihiraukan Wulan, membuat Ta naik
pitam.



"Baik, jadi kamu tidak ingin jadi istriku. Baik, kamu sendiri yang
minta, Nduk! Jangan salahkan aku kalau aku bertindak tegas!" kata Ta
sambil membuka ikatan kaki Wulan.

Ta kemudian membuka ikatan tangan gadis itu dari besi ranjang, namun
kedua pergelangan tangannya tetap terikat erat. Lalu dengan menarik
ujung tali yang mengikat tangan Wulan, Ta menyeret gadis yang masih
telanjang bulat itu keluar kamar. Karena tubuhnya masih lemas, Wulan
tidak kuasa menolak dirinya yang masih bugil diseret sampai ke jalan
desa yang terang benderang.



"Hei, lihat! Lihat ini! Sungguh memalukan!" seru Ta sambil menyeret
gadis yang mati-matian berusaha menutupi ketelanjangannya.


"Ada apa Pak Ta? Apa yang terjadi?" tanya orang-orang desa yang
segera saja mengerumuni keduanya.

"Lihat ini! Perempuan ini sudah membuat desa kita tercemar! Dia
berzinah dengan laki-laki! Saya pergoki mereka di rumah kosong di
tepi desa! Sayang laki-lakinya kabur, tapi saya tahu orangnya! Pasti
nanti akan kita tangkap!" seru Ta berapi-api.

"Tidak! Tidak.. tolong..!" sia-sia Wulan berusaha membantah,
suaranya tertelan ramainya suasana.




"Lihat! Ini bukti perempuan ini sudah berzinah!" Ta menunjuk ke arah
selangkangan gadis itu yang berbercak darah.

Kerumunan orang bergumam dan mengangguk-anggukkan kepala.

"Tidak! Saya tidak ber..." perkataan Wulan terputus oleh teriakan
salah seorang.

"Bawa ke balai desa! Biar dihukum adat di sana!" serunya.


Seseorang lain menarik tali yang mengikat tangan Wulan dan menyeret
gadis telanjang bulat itu menuju ke balai desa. Sepanjang jalan
mereka berteriak-teriak, membuat semakin banyak orang keluar rumah
melihat Wulan yang bugil diseret. Anak-anak kecil berlari-lari
mengikuti sambil tertawa-tawa mengejek.



Di balai desa, tepat di tengah pendopo, tali pengikat tangan Wulan
ditarik ke atas dan diikatkan dengan tiang di atasnya. Kini gadis
telanjang bulat itu berdiri tegak dengan tangan terikat ke atas.
Wulan tahu bahwa hukuman bagi orang yang berzinah biasanya keduanya
ditelanjangi, kemudian diikat seharian di balai desa. Seperti
dirinya sekarang, namun ia hanya sendirian dan ia sama sekali tidak
berzinah. Gadis itu diperkosa berkali-kali, lalu difitnah berzinah
oleh pemerkosanya sendiri. Namun sia-sia gadis itu berusaha
membantah, suaranya yang kecil hilang ditelan ramainya orang di
sekitarnya. Dan kini ia berdiri telanjang bulat sendirian
dikelilingi belasan warga.



Isakan tangis Wulan semakin keras mendengar tawa orang-orang yang
mengelilinginya, berkomentar mencemooh tentang kemulusan tubuhnya,
buah dadanya yang ranum kemerah-merahan bekas diremas, pantatnya
yang bulat, pahanya yang mulus. Isakan gadis itu terhenti ketika
sebuah truk berhenti di depan balai desa. Beberapa ibu-ibu yang
turun dari truk terheran-heran melihat ke arah Wulan. Beberapa orang
kemudian menurunkan barang-barang dari truk. Wulan tersadar, hari
ini hari pasar, dan ratusan orang akan berkumpul hanya beberapa
meter darinya. Ratusan orang akan melihat dirinya telanjang bulat
tanpa tertutup sehelai benang pun.



Kepala gadis itu terasa berputar, saat Ta berbisik di telinganya,
"Rasakan akibatnya kalau kamu tidak mau jadi istriku! Sekarang semua
orang tahu kamu sudah tidak perawan, dan semua orang juga sudah
pernah melihat kamu tanpa pakaian!"


Perlahan gadis itu kembali terisak dan berpikir seandainya saja ia
menerima menjadi istri Ta.

Tidak ada komentar: