Sabtu, 10 Mei 2008

dulu meronta




Setelah membaca tulisan yang berjudul “Rumput Tetangga Lebih Hijau & Lebih
Nikmat” aku terilhami untuk menuliskan pengalamanku bermain seks dengan
tetanggaku sendiri walaupun jalan ceritanya berbeda dengan yang
diceriterakan oleh penulis ceritera tersebut. Aku harus menjalani dulu
perjuangan yang berat.



Aku, riyans_2000@hotmail.com, adalah seorang laki-laki yang sudah beristri
dan mempunyai seorang anak yang sudah berumur 7 tahun dan sudah bersekolah
di kelas 1 SD. Karena anak kami masih kecil dan jarak antara rumah kami
dengan SD tempat anak kami bersekolah cukup jauh maka setiap hari istriku
mengantarkan anak kami ke sekolah. Kami mempunyai tetangga, suami istri,
yang sudah sangat akrab dengan kami. Istrinya, sebut saja Heni, sangat
akrab dengan istriku sehingga hampir setiap hari ia bermain ke rumah kami,
dan kalau berkunjung ke rumah kami biasanya ia langsung masuk tanpa
mengucapkan salam atau membunyikan bel. Suaminya sendiri bekerja di
perusahaan swasta yang seringkali pulang malam dan kebetulan mereka belum
dikaruniai anak.



Heni biasa memanggil istriku dengan sebutan Teteh sedangkan kepadaku ia
biasa memanggil Mas Ary. Ia adalah seorang wanita yang cantik, kulitnya
putih mulus, dan bodinya pun menggiurkan namun sangat bersahaja dan lugu,
tidak pernah neko-neko, baik dalam cara berpakaian maupun cara bergaul,
pokoknya polos. Kalau berkunjung ke rumah kami biasanya ia hanya memakai
daster, atau kadang-kadang memakai kain, namun bagiku hal tersebut
menjadikan dia sangat seksi. Aku merasa sangat senang kalau ia berkunjung
ke rumah kami dan berlama-lama mengobrol dengan istriku sebab aku bisa
berlama-lama pula mengintipnya dari balik garden kamar memperhatikan
tubuhnya yang sintal. Bahkan kalau sudah tidak tahan aku pun melakukan
onani sambil mengintipnya dan membayangkan seandainya tubuh Heni itu bugil
dan aku menggumulinya. Bahkan tidak jarang ketika aku sedang menyetubuhi
istriku pikiranku berfantasi seolah-olah aku sedang menyetubuhi Heni, dan
memang dengan berfantasi seperti itu aku merasakan kenikmatan yang lebih
dari biasanya. Namun aku sering merasa kesal karena orang yang sering
kubayangkan tersebut selalu bersikap acuh terhadap diriku. Aku sering
mencoba memancing ke arah pembicaraan yang agak menjurus namun ia tidak
pernah menanggapinya, bahkan pura-pura tidak mendengarnya. Sikapnya
tersebut membuat diriku semakin merasa penasaran.




Pada suatu hari istriku minta izin kepadaku untuk pergi ke rumah
saudaranya yang rumahnya agak jauh, setelah pulang dari sekolah anak kami,
dan diperkirakan baru akan pulang ke rumah sore harinya. Aku pun tidak
berkeberatan karena aku pun tidak akan pergi ke mana-mana sehingga tidak
khawatir dengan keadaan rumah kami. Aku pun bersantai-santai saja di rumah
sambil menyetel vcd porno yang tidak berani kusetel bila anak kami sedang
berada di rumah. Aku menikmati tontonan yang merangsang tersebut sambil
membayangkan bahwa yang bermain di dalam film porno tersebut adalah aku
dan Heni. Aku terhanyut dalam bayangan bahwa diriku sedang menggumuli
tubuh bugil Heni. Kebetulan sudah seminggu kontolku tidak mendapat jatah
karena istriku sedang berhalangan. Kontolku sudah sangat ngaceng.



Sedang asyik-asyiknya aku menonton sambil mempermainkan kontolku tiba-tiba
pintu yang lupa aku kunci dibuka orang sehingga kontan kumatikan vcd
player yang sedang kusetel. Ternyata yang membuka pintu tersebut adalah
Heni yang langsung masuk sambil memanggil-manggil istriku: “Teh ……. Teh
……”. Ia memakai kain dan baju atasannya agak terbuka atasnya, sehingga
pangkal buah dadanya yang putih mulus dan montok terlihat sedikit. Kain
yang dipakainya agak basah, mungkin ia baru selesai mencuci sehingga
pinggulnya tercetak dengan jelas dan aku tidak melihat garis segitiga di
balik kain yang dikenakannya itu sehingga aku berkeyakinan bahwa ia tidak
memakai celana dalam. Hal itu menyebabkan aku semakin terangsang. “Mas,
Tetehnya ke mana?” tanyanya. “Ke rumah saudara, pulangnya nanti sore!”
jawabku, “Memangnya mau apa sih Hen?” tanyaku. “Anu Mas, mau pinjam
seterikaan, kepunyaan saya rusak”. Datanglah setan membisikkan ke dalam
diriku bahwa aku harus memanfaatkan kesempatan ini untuk mewujudkan hal
yang selama ini selalu menjadi fantasiku. Aku berkata: “Biasanya sih di
kamar tidur, ambil saja sendiri!”, padahal aku tahu bahwa seterikaan
tersebut tidak disimpan di kamar tidur. Ketika Heni pergi ke kamar tidur
untuk mencari seterikaan aku segera mengunci pintu agar tidak ada orang
lain yang mengganggu rencanaku. Kontolku sudah sangat keras karena ingin
segera mendapat jatah.



Dari dalam kamar tidur terdengar Heni berkata: “Kok enggak ada Mas, di
sebelah mana ya?” Aku pun masuk ke kamar tidur dengan hanya mengenakan
sarung tanpa memakai celana dalam supaya rencanaku tidak terhambat dengan
cd. Nampaknya Heni tidak menaruh curiga apa-apa. “Mungkin di bawah tempat
tidur!” kataku. Kemudian Heni pun melihat ke bawah tempat tidur, tentu
saja sambil menungging. Ketika Heni menungging aku melihat sebuah
pemandangan yang sangat indah dan sangat menggairahkan. Pantat Heni yang
bahenol tercetak jelas pada kain yang dikenakannya, dan sekali lagi aku
yakin bahwa Heni tidak memakai celana dalam karena aku tidak melihat garis
segitiga pada pantatnya yang bahenol itu.




Karena sudah tidak tahan maka aku pun segera memeluk tubuh Heni dari
belakang sambil menggesek-gesekkan kontolku pada pantatnya. Ternyata Heni
memberikan reaksi yang tidak kuharapkan. Ia meronta-ronta berusaha
melepaskan tubuhnya dari pelukanku sambil memaki-maki diriku, “Mas
apa-apaan sih? Lepaskan diriku, aku tidak mau melakukan ini, kamu bajingan
Mas, tidak kusangka!” Melihat reaksinya yang seperti itu pada mulanya aku
pun merasa ragu untuk melanjutkan perbuatanku, namun rupanya bisikan setan
lebih dahsyat daripada akal sehatku, sehingga walaupun Heni meronta-ronta
sambil memaki-maki aku tidak peduli, bahkan aku semakin bernafsu.



“Ampun Mas, lepaskan aku, aku tidak mau melakukan hal yang seperti ini!”
Heni berkata sambil menangis dan meronta-ronta. Aku semakin ganas,
kuhempaskan tubuh Heni ke atas tempat tidur sambil kutarik kainnya secara
paksa sehingga kain tersebut lepas dan terlihatlah kemaluan Heni yang
ditumbuhi bulu yang lebat. Aku pun semakin bernafsu, aku berusaha untuk
membuka pakaian bagian atasnya, namun aku mendapat kesulitan karena Heni
selalu mendekapkan tangannya erat-erat di daarya sambil terus menangis,
kakinya pun selalu dirapatkan erat-erat sambil menendang-nendang sehingga
aku mendapat kesulitan untuk memasukkan tubuhku di sela-sela pahanya.



Mungkin karena sudah lelah atau karena lengah pada suatu kesempatan aku
mendapat kesempatan untuk merenggangkan pahanya dan tubuhku berhasil masuk
ke sela-sela pahanya. Dari sana aku berusaha untuk melepaskan pakaian
bagian atas Heni dan sekaligus bh-nya yang pertahankan dengan gigih,
sambil meronta-ronta, menjerit-jerit, memukul, dan mencakari tubuhku.
Akhirnya aku berhasil menyobekkan pakaian bagian atasnya dan melepaskan
bh-nya, dan aku pun berhasil mendaratkan bibirku pada susunya yang masih
keras, maklum belum dipakai menyusui, kecuali suaminya. Tidak ayal lagi
aku pun menciumi susunya dan sesekali mengulum putingnya dan menyedotnya.
Diperlakukan demikian Heni mendesah, namun ia masih terus melakukan
perlawanan dengan cara meronta-ronta sambil menangis, walaupun rontaannya
sudah agak melemah, entah karena kecapekan entah karena mulai terangsang.
Sejalan dengan itu pertahanan pahanya pun mengendur sehingga lambat laun
kontolku yang sudah super tegang berhasil menyentuh bagian luar memeknya
dan kugesek-gesekkan kontolku untuk mencari lubang yang selama ini aku
idam-idamkan.



Akhirnya kontolku berhasil menemukan lubang idaman tersebut, dan secara
perlahan tapi pasti aku pun memasukkan kontolku ke dalam lubang tersebut.
Ketika kontolku berhasil melakukan penetrasi ke dalam lubang memeknya
serta merta terdengar mulut Heni mendesah dan merintih, badannya pun
menjadi lemas, perlawanannya mengendur, dan ketika penetrasi kontolku
kusempurnakan dengan tekanan yang mantap ia pun menjerit tertahan,
“Aaaaaaahhhh ……… Maaaassssssss …………..”. Inilah reaksi yang sangat aku
harapkan ….. Ketika kontolku aku naikturunkan dengan cepat pantat Heni pun
mengimbanginya dengan gerakan sebaliknya. Sekarang bibirku pun dengan
leluasa tanpa hambatan bermain di puting susunya, sesekali aku bergerilya
di ketiaknya yang ditumbuhi bulu yang lebat, aromanya yang agak bau
keringat sangat aku senangi sehingga semakin meningkatkan gairahku. Tangan
Heni yang tadinya dipergunakan untuk memukuli dan mencakar tubuhku kini ia
pergunakan untuk memeluk dan mengelus-elus punggungku. Tadinya ia menangis
dan menjerit-jerit karena menolak kini ia menjerit-jerit dan mendesah
serta mengerang karena gairah yang memuncak. “Aaaaaahhhhhh ……..……..
Eeeeeeeemmmmmmhh ……… Aduuuuuuuhhhhhhh ………. Ssssssshhhhhhh ……….
Sssssssshhhhh ………… sssssshhhhhhh ………. Hhhhhhhmmmmmmmhhh …………..
Maaaaassssssss ……….. Nikmaaaaaaaaatttttttt”.




Heni meladeni semua permainanku dengan sangat agresif, kami
berguling-guling di atas tempat tidur, kadang aku di atas kadang Heni yang
di atas. Nampak sekali ia sangat menikmati permainan ini, sama sekali
tidak tampak bekas-bekas penolakannya. Ketika aku suruh dia menungging
untuk melakukan posisi dog-style ia menolak, “Jangaaaaaan Masssssssss,
jangan dari dubuuuuur …… aku tidak suka, jijiiiiiiiiikkkkk” Rupanya ia
mengira bahwa aku akan menyodominya karena oleh suaminya ia tidak pernah
disetubuhi dari arah belakang. Aku pun memaksanya untuk menungging, posisi
yang sangat aku sukai ketika bersetubuh dengan istriku. Dengan terpaksa
Heni menuruti keinginanku. Pemandangan yang aku lihat saat Heni menungging
semakin meningkatkan birahiku, pantatnya yang putih dan bulat serta memek
berbulu yang terjepit oleh pahanya, aaaahhhh …….. sungguh menggairahkan.
Segera aku arahkan kontolku yang masih sangat tegang itu ke arah memeknya
yang terjepit oleh paha mulus. Ketika kontolku secara perlahan-lahan masuk
ke dalam memeknya, Heni menggelepar-gelepar sambil kelojotan merasakan
sensasi yang baru ia rasakan setelah beberapa tahun menikah.
“Aaaaaaaaawwwwww ………….. Maaaassssssss ……….. Enak sekaliiiiiiiiiiiiii ………..
Terus Maaassssss jangan lepaskan kontolmuuuuuuuuuu ………. Adduuuuuuuuhhhhhhh
……….. teruuuuuus tekaaaannnnnnnnn yang keraaaaaaaaassss …….. kalau bisa
dengan kanjutnyaaaaaaaa ……….! Tangannya menggapai-gapai ke belakang ingin
menarik pantatku agar kontolku masuk lebih dalam lagi. Dengan leluasa pula
kedua tanganku mempermainkan susunya yang menggelantung dengan indah. Maka
erangan Heni pun semakin menjadi-jadi karena ia mendapat kenikmatan dari
dua arah. Memeknya yang aku kocok terus dengan kontolku dan susunya yang
terus aku permainkan dengan tanganku. Heni pun menjerit dan mengerang
dengan histeris, mulutnya meracau mengeluarkan kata-kata jorok yang
semakin merangsang diriku. “Maaaaaasssss ……….. jangan lepaskan kontolmu
dari memekku, puaskanlah memekku dengan kontolmuuuuuuuu ……….. aku baru
merasakan kenikmatan yang seperti ini, kontoooooolllllllll ………….
Aaaaawwwww ………. Maaassssss, aku ingin agar kontolmu terus berada di dalam
memekku ……. Aaaaaaaahhhhhhhhh ……….. sssssshhhhhhhhhhhhhh …………
sssssshhhhhhhhhh …………..



Kucabut kontolku dari memek Heni karena aku sudah merasa agak lelah dengan
posisi tersebut. Heni menyangka bahwa aku akan menyelesaikan eweanku
terhadap dirinya, ia marah-marah dan meminta agar aku segera memasukkan
lagi kontolku ke dalam memeknya, “Mas jangan dicabut dong kontolnya, Aku
belum orgasme nih! Ayo masukkan lagi! Aaaaahhhhh ……….. Kontolmu
Maaaaasssss ………”. Namun aku mempunyai rencana lain. Aku minta agar Heni
berbaring telentang dengan kaki menekuk. Aku segera mengarahkan mukaku ke
memeknya, mula-mula aku jilati bagian dalam pahanya, kemudian aku jilati
memeknya dan aku hisap itilnya. Diperlakukan demikian kontan Heni menjerit
karena ia tidak menyangka akan mendapat perlakuan seperti itu, dan memang
ia tidak pernah diperlakukan demikian oleh suaminya. Suaminya sangat
konvensional. “Aaaaaawwwwww ……………… Maaaaaassssss ………. Geliiiiiiiiiiii ……..
tapi nikmaaaaaaatt ………. Terus Mas hisap itilkuuuuuuuu ………, jilat
memekkkuuuu ……… agak ke bawah Masss, ya …….. ya …….. benar disitu
Maaaaasssss, ………. Aaaaaaaawwwwwww ………. Maaaasssssss …….. mana kontolmu ….
Kesinikan …….. aku ingin mengulumnya ……..” Maka aku pun berputar untuk
menyodorkan kontolku ke melut Heni, dan kami pun mempraktekkan posisi 69.
Kontolku dijilati oleh Heni, kadang-kadang dikenyotnya dalam-dalam. Aku
pun mengerang sambil terus menghisap memek Heni yang sudah dipenuhi oleh
lendir.



Ketika aku merasa bahwa aku akan mencapai orgasme aku pun mencabut
kontolku dari mulut Heni dan segera memasukkannya ke dalam memeknya sambil
terus digenjot. Nampaknya Heni pun sama akan mencapai orgasme, gerakan
pantatnya semakin liar, desahannya semakin kerap. Dan ketika aku merasa
ada yang mendesak di dalam kontolku aku pun menekankannya keras-keras ke
dalam memek Heni sambil memeluk tubuhnya erat-erat, Heni pun demikian
pula, ia memeluk tubuhku erat-erat sambil menahan tekanan kontolku. Maka
kami pun mengalami orgasme secara bersamaan dan kami pun sama-sama
mengeluarkan suara erangan yang panjang sebagai tanda bahwa kami berada
pada puncak kepuasan. Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhh ………….
Ssssssshhhhhhhhhhhh …………….. Maaaaaaaaaaasssssss …………..,
Heeeeeeeeeennnnnnnn. Tubuh kami pun terkulai bermandikan keringat, Heni
memeluk erat-erat tubuhku seolah-olah tidak mau lepas selamanya. Ia
berbisik dengan manja sambil nafasnya terengah-engah, “Mas maaf yah atas
kelakuanku terhadap Mas Ary tadi! Tadinya Heni kira ngewe itu dengan siapa
pun rasanya sama saja, ternyata ngewe dengan Mas Ary itu beribu-ribu kali
lebih nikmat dibandingkan dengan ngewe bersama suami Heni. Terus terang
saja kadang-kadang Heni merasa bosan ngewe dengan suami Heni karena ia
hanya mementingkan diri sendiri. Baru kali ini Heni mengalami yang namanya
orgasme. Ah kontol Mas Ary sangat perkasa, aaaahhhhh ………. Kontooooooool…….
Kamu ini kok nikmat sekali!”. Sambil berkata demikian ia mempermainkan
kontolku sehingga kontolku tegang kembali.




Melihat kontolku sudah ngaceng kembali Heni merengek meminta ngewe
kembali. “Mas, ngewe kembali yu? Tuh kan kontolnya sudah tegang kembali,
Heni akan meladeni Mas Ary sampai kapan pun kontol Mas Ary sanggup
menancap di dalam memek Heni! Ayo dong Mas!” Aku pura-pura tidak mau
(padahal nafsu sih sudah sampai ke puncak ubun-ubun) “Enggak mau ah nanti
suamimu keburu pulang, lagi pula Heni kan mau menyeterika, kita cari saja
seterikaan itu”. “Enggak Mas, suamiku sedang pergi ke luar kota, baru
besok ia pulang. Soal seterikaan sekarang sudah menjadi nomor ke berapa,
jauh lebih penting kontolmu Mas dibanding dengan seterikaan. Menyeterika
itu seringkali terasa membosankan tetapi ngewe denganmu rasanya aku tidak
akan pernah bosan maaaaaasss ……. Cepet doooongngng ……… coba raba memekku
Mas, sudah sangat basaaahhhh masssss, ayo doooooong ……., kontoooooollllll
…….”, Heni menjawab, ia tetap merengek meminta agar aku memasukkan
kontolku ke dalam memeknya, namun aku diam saja seperti tidak mau. Karena
aku tidak bereaksi maka Heni pun mengambil inisiatif, ia segera naik ke
atas tubuhku, menciumi dadaku, menyodorkan susunya ke mulutku agar
kuhisap, menyodorkan ketiaknya agar aku menjilatnya, dan menyodorkan
memeknya ke mukaku, “Mas, jilat dong memekku, hisap itilnya sesukamu, aku
inghin mendapat kenikmatan lagi, silahkan dong Maaasssss …..!”. Aku pun
tidak menyia-nyiakan kesempatan yang menggairahkan ini, segera aku
menjilati memeknya dan menghisap itilnya, kadang-kadang menggigitnya.
Diperlakukan demikian Heni mendesah dan mengerang sambil pinggulnya tidak
henti-hentinya menggelinjang, “Aaaahhhhh ……… Maaasssss ……… terus beri aku
kenikmataaaaaan, aaaawwwww …….. jangan terlalu keras menggigitnya dooooong
Mas, aaahhhhhhhh ………. Ssssshhhhhhh ……… ssssssshhhhhhh ……….. nikmaaaaaaat
……….”.



Tidak lama kemudian ia mengarahkan lubang memeknya ke arah kontolku yang
memang sudah ngaceng dari tadi dan kontolku pun menyambutnya dan terus
melakukan penetrasi sambil terus kunaikturunkan pantatku untuk mengimbangi
goyangan pantat Heni. “Aaaaaaaaaaaahhhhhhhh ……….. ssssshhhhhhh ……..”, Heni
pun menjerit karena merasa senang diperlakukan demikian, “aaaaaahhhhh ……..
hmmmmmhhhhhh ………. Massssssss …….. terus tancapkan kontolmu ke dalam
memekku ……… ssssshhhhhhhh ……. aku rela maaaasssss …….. Maaassss bulu
kanjutmu menambah kenikmatan memekku maaaaasssss …….. aaaahhhhhhh …….
Kontoooollllll …….. Setelah berlangsung agak lama Heni meminta aku
mencabut kontolku dan menusuknya dari belakang, “Maaaaasssss …….. cabut
dulu kontolmuuuuuuuu …….. aku ingin ditusuk dari belakang aaaaahhhhhhhh
……… cepet maaasssss tusuk memekku dari belakaaaaaaang ……… Maaaaassssss
…….. aaaaaaaahhhhh …….. sssshhhhhhhh …….. Maaassssss …….. Heni memang
hebat, kini ia sangat agresif dan pandai merangsang serta memuaskan lawan
mainnya. Ia langsung bisa mengimbangi permainanku dalam bersetubuh. Kami
pun melakukan berbagai variasi dan posisi dalam bersetubuh, dan kami
selalu mengalami orgasme secara bersamaan.



Sejak saat itu aku dan Heni sering melakukan persetubuhan, tergantung
siapa yang lebih dulu menginginkan maka dialah yang menghampiri lebih
dulu. Kadang-kadang Heni datang ke rumahku ketika istriku sedang tidak ada
di rumah. Kadang-kadang aku yang datang ke rumahnya ketika suaminya sudah
pergi. Tidak jarang ketika aku datang ke rumahnya Heni sedang mencuci
pakaian di kamar mandi maka kami pun bersetubuh di kamar mandi,
kadang-kadang kami bersetubuh di dapur kalau kebetulan ia sedang memasak,
kadang-kadang pula kami melakukannya dengan berbasah-basah di lantai bila
ia sedang mengepel. Dan setiap variasi persetubuhan yang kami lakukan
selalu memberi sensasi baru kepada kami.



Heni semakin sering berkunjung ke rumahku, walaupun sedang ada istriku.
Kalau ia berkunjung ke rumahku dan istriku sedang di kamar mandi atau
sedang ke warung kami memanfaatkan waktu yang sebentar tersebut dengan
seefektif mungkin untuk ngewe atau sekedar saling mempermainkan kemaluan
kami masing-masing. Atau kalau kami berpapasan maka tangan Heni tidak
pernah menyia-nyiakan kesempatan untuk menjawil kontolku dan aku pun
selalu mencubit memeknya yang memang seolah-olah ia sodorkan untuk kucubit
atau kujawil dan kuremas susunya.




Kini, setelah aku mempunyai lubang kenikmatan yang baru, yaitu memek Heni,
aku pun tidak terlalu banyak menuntut kepada istriku, demikian juga Heni,
ia tidak lagi suka meminta jatah kepada suaminya.



Ah Heniiiiiii …….. Heni, dulu kamu meronta-ronta, kini kamu meminta-minta
……..!

Tidak ada komentar: